... jangan percaya pada apa yang Anda liat dengan matamu. Apa yang dilihat dengan mata terbatas. Lihatlah dengan pengertianmu, selidiki apa saja yang kau ketahui dan kau akan melihat bagaimana yang baik untuk terbang... (Richard Bach, Burung Camar Jonathan)

Kamis, 01 Januari 2009

Libur Natal 1

Libur natal tahun ini cukup panjang. Saya manfaatkan untuk pulang kampung. Saya berangkat dari Jakarta tanggal 25 Malam. Sebelum ke Jogja saya sempatkan mampir ke semarang, kota tempat kuliahku dulu. Ternyata Semarang telah banyak berubah, tempat-tempat "bersejarah" telah banyak yang hilang berganti dengan bangunan-bangunan baru, termasuk "situs-situs" tempat makan murah di jaman kuliah.

Agenda ke Semarang banyak: 1. Melepasan kangen dengan suasana Tembalang, 2. Melihat kampus tempat kuliahku, 3. Ketemu dengan sahabat-sahabat lama semasa kuliah, 4. Napak tilas masa kuliah, termasuk sholad di masjid tempat kawan-kawan mengadakan kajian mingguan, 5. Mengulangi makan di tempat faforit, faforit karena dipaksa kondisi keuangan waktu kuliah yang serba pas, pas kepengen pas ga ada.

Diantara sederet agenda yang saya siapkan, hanya agenda 1 s/d 3 yang bisa terlaksana, itupun hanya bisa menemui dua sahabat lama, satu orang kawan satu kelompok kajian, dan satu orang lagi teman seangkatan waktu kuliah. Sengaja saya bedakan penggunaan panggilan kepada dua sahabatku itu, yang satu memakai kata kawan sedangkan yang lain memakai kata teman, karena dulu kami biasa memanggil demikian. Waktu main ke rumah kawan, pembicaraannya masih sama seperti waktu pertama kali bertemu, masih seputar politik, partai, gosip para selebritis politik, pemilu, dll yang tidak jauh-jauh dari seputar pergerakan, apa yang dia bicarakan hampir semuanya saya tidak tahu. Berbeda ketika main ke teman kuliah, kebetulan orangnya anti politik, mungkin dia hanya sedikit traumatik terhadap masa lalu keluarganya. Saya paham dan sedikit tahu kenapa seperti itu, dan menurutku ini salah satu bukti kehebatan penguasa masa lalu yang berhasil menciptakan ketakutan yang mendalam kepada para keturunan tokoh oposan, baik oposan kanan maupun kiri. Obrolan kami hanya seputar kuliah dengan berbagai kisah masa lalu tentang pasang surut pertemanan diantara teman-teman seangkatan yang kadang terlalu aneh dan sulit diterima akal sehat. Bagiku membicarakan idiologi terlalu serius untuk obrolan pagi sebagai teman minum teh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar