
... jangan percaya pada apa yang Anda liat dengan matamu. Apa yang dilihat dengan mata terbatas. Lihatlah dengan pengertianmu, selidiki apa saja yang kau ketahui dan kau akan melihat bagaimana yang baik untuk terbang... (Richard Bach, Burung Camar Jonathan)
Jumat, 23 Januari 2009
Hati
Bener juga kata Nabi, bahwa baik dan tidaknya orang terletak pada hati masing-masing. Saya kadang menemui orang yang hatinya entah terbuat dari apa, selalu berpikir negatif dan selalu tidak pernah menghargai prestasi orang lain. Ketika salah satu teman mendapat keberuntungan dengan prestasi yang dia raih, bukannya senang atau mendukung, tapi selalu aja ada alasan buat mencela, alasan karena fasilitas orang tua sampai mengungkit hal-hal yang cenderung ke arah fitnah. Saya sampai heran kenapa hatinya sebegitu dengki, sehingga tidak ada celah kebahagian melihat orang lain bahagia. Bahkan saya yang merasa senang dengan berita kesenangan orang lain pun ikut dimusuhi.. dengan entengnya bilang, mungkin tinggal kamu aja San yang masih inget ama dia.. serius, saya sangat kaget mendengar komentarnya, orang ini habis makan apa ya.. kok bisa sedemikian naifnya. Padahal saya tahu persis bagaimana perjuangannya untuk meraih keberhasilan itu sangat sulit, tidak semudah yang dia pikirkan, dan jujur mungkin aku pun tak sanggup melakukannya.. ya namanya juga kehidupan, teman pun harus berwarna-warni... hahaha..
Minggu, 18 Januari 2009
Song for Gaza
WE WILL NOT GO DOWN
(Composed by Michael Heart)
A blinding flash of white light
Lit up the sky over Gaza tonight
People running for cover
Not knowing whether they're dead or alive
They came with their tanks and their planes
With ravaging fiery flames
And nothing remains
Just a voice rising up in the smoky haze
We will not go down
In the night, without a fight
You can burn up our mosques and our homes and our schools
But our spirit will never die
We will not go down
In Gaza tonight
Women and children alike
Murdered and massacred night after night
While the so-called leaders of countries afar
Debated on who's wrong or right
But their powerless words were in vain
And the bombs fell down like acid rain
But through the tears and the blood and the pain
You can still hear that voice through the smoky haze
We will not go down
In the night, without a fight
You can burn up our mosques and our homes and our schools
But our spirit will never die
We will not go down
In Gaza tonight
(Composed by Michael Heart)
A blinding flash of white light
Lit up the sky over Gaza tonight
People running for cover
Not knowing whether they're dead or alive
They came with their tanks and their planes
With ravaging fiery flames
And nothing remains
Just a voice rising up in the smoky haze
We will not go down
In the night, without a fight
You can burn up our mosques and our homes and our schools
But our spirit will never die
We will not go down
In Gaza tonight
Women and children alike
Murdered and massacred night after night
While the so-called leaders of countries afar
Debated on who's wrong or right
But their powerless words were in vain
And the bombs fell down like acid rain
But through the tears and the blood and the pain
You can still hear that voice through the smoky haze
We will not go down
In the night, without a fight
You can burn up our mosques and our homes and our schools
But our spirit will never die
We will not go down
In Gaza tonight
Kamis, 15 Januari 2009
Kangen
Sayang, aku ingin cerita tentang purnama tadi malam, pada bulan itulah kugantungkan harapan, karena perut bumi yang kuinjak telah habis terkuras bangsa asing.
Sayang, aku ingin cerita tentang api yang pilih kasih, ia selalu menghanguskan tempat-tempat kumuh dan pasar becek, bersama hangusnya harapan para pedagang kecil dan kaum marginal.
Sayang, aku ingin cerita tentang fitnah dan pembantaian itu benar-benar ada, tetapi cerita pertumpahan darah hanya isapan jempol, karena kami tidak lagi sanggup menumpahkan darah, habis terhisap lintah-lintah darat.
Sayang, aku ingin cerita tentang kain merah yang kau lihat di tas kuliahku, kain itu masih ada sayang, dan setiap kulihat mengingatkan kritikmu tentang jalan hidupku.
Sayang, aku ingin cerita tentang bulan sabit yang sempat singgah dirumahmu dan matahari yang kau lipat di bawah meja tamu.
Sayang, kapan kita ketemu? aku ingin mendengar cerita tentang pencerahan yang menjadi mantera perjuanganmu dan tentang kota-kota tua, setua peradabanmu.
Sayang, kapan kita ketemu? melanjutkan cerita tentang heroisme tentara perancis yang pernah kau sampaikan sewindu yang lalu, cerita itu masih terpenggal sayang, delapan tahun aku menunggu penggalan ceritamu.
Sayang, kita punya perbedaan dalam segala hal, namun tentang harapan mungkin kita satu..
Sayang, aku ingin cerita tentang api yang pilih kasih, ia selalu menghanguskan tempat-tempat kumuh dan pasar becek, bersama hangusnya harapan para pedagang kecil dan kaum marginal.
Sayang, aku ingin cerita tentang fitnah dan pembantaian itu benar-benar ada, tetapi cerita pertumpahan darah hanya isapan jempol, karena kami tidak lagi sanggup menumpahkan darah, habis terhisap lintah-lintah darat.
Sayang, aku ingin cerita tentang kain merah yang kau lihat di tas kuliahku, kain itu masih ada sayang, dan setiap kulihat mengingatkan kritikmu tentang jalan hidupku.
Sayang, aku ingin cerita tentang bulan sabit yang sempat singgah dirumahmu dan matahari yang kau lipat di bawah meja tamu.
Sayang, kapan kita ketemu? aku ingin mendengar cerita tentang pencerahan yang menjadi mantera perjuanganmu dan tentang kota-kota tua, setua peradabanmu.
Sayang, kapan kita ketemu? melanjutkan cerita tentang heroisme tentara perancis yang pernah kau sampaikan sewindu yang lalu, cerita itu masih terpenggal sayang, delapan tahun aku menunggu penggalan ceritamu.
Sayang, kita punya perbedaan dalam segala hal, namun tentang harapan mungkin kita satu..
Jumat, 09 Januari 2009
Konyol
kadang saya temui kekonyolan perilaku hidup, membenci orang sampai dendam kesumat, tak ada celah sedikitpun sekedar kata maaf, apa yang mereka dapatkan dari benci hanyalah menambah deretan sakit hati, padahal orang yang dibenci tidak merasakan dampak apapun atas kebencian yang dia terima, ibarat orang menusuk pisau ke lambung sendiri, tapi mengharap orang lain mati kesakitan, super konyol.
Pasrah
temanku yang masih muda-muda itu tak akan mengerti tentang arti pasrah, mereka masih berkutat pada nalar alam, rumus mereka sangat simpel "sepanjang kita mengetahui dengan tepat proses kejadian hari ini maka kita akan mengetahui masa depan dengan tepat pula", tapi saya yakin seiring bertambahnya usia, mereka akan sama seperti saya, bahwa hidup bukanlah kumpulan angka, tidak bisa ditebak apalagi dihitung, hidup penuh dengan misteri nasib karena terlalu banyak variabel yang tidak diketahui, dan akirnya mengakui kemutlakan Tuhan, pasrah 100%.
Rabu, 07 Januari 2009
Tuntas
tak ada kesia-siaan dalam perjuangan, kegagalan dan kesuksesan adalah warna hidup, harus diterima sebagai fakta, bukan ditutupi kamuflase eufimisme kata, saya ingin mencoba, apapun hasilnya yang penting tuntas, lebih baik mati puas, dari pada hidup menanggung tanya.
Minggu, 04 Januari 2009
Elegi
Di tangan pelukis tidak ada warna jelek, bahkan hitam sekalipun. Begitu pula hidup, tak selamanya tentang kebahagiaan. Tapi kadang dilengkapi warna lain, elegi pagi tadi.
Kamis, 01 Januari 2009
Awal Tahun
Awal tahun ini punya warna tersendiri, terasa krusial, karena pokok sendi masa depan harus tergambar dalam 12 bulan kedepan. Akirnya semua kembali pada catatan Tuhan, dan kuasa Tuhan itu mutlak.
Libur Natal 3
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih tiga setengah jam akhirnya sampai rumah sekitar pukul 6 sore, meski telah sampai pikiranku tetap tertambat di Semarang, baru saja masuk kamar langsung saya telp teman di semarang, tidak ada pembicaraan yang penting apalagi bermutu, menegaskan ketidak relaanku meninggalkan kota yang pernah ku singgahi selama lima tahun.
Saya masih ingat betul waktu pertama kali datang ke Semarang, waktu itu tidur di penginapan murah milik PGRI dekat dengan kampus pleburan. Paginya saya registrasi dan ketemu dengan teman se jurusan, ternyata teman baruku itu berasal dari Aceh, dia masuk kimia melalui jalur PBUD. Momen-momen awal kuliah tiba-tiba terasa begitu jelas dalam ingatanku, seolah baru kemarin terjadi padahal sudah 9 tahun yang lalu.
Hari pertama masuk ospek, di ruang mana kami dikumpulkan, tugas apa yang pertama kali kami terima dari senior, dengan siapa saya duduk, obrolan apa yang kami bicarakan, bahkan baju sebagian teman-teman pun saya masih ingat. Waktu itu saya duduk di sebelah pintu masuk, teman sebangku saya anak dari magelang yang sekolah di jogja, obrolan kami masih seputar UMPTN, pilihan pertama atau kedua, dst. Tugas pertama kami menirukan lagu iklan rokok sedangkan dua teman yang mendapat hukuman disuruh maju ke depan kelas sambil beradegan seperti iklan rokok yang kami nyanyikan.
Ketika ospek baru berjalan tiga hari sudah banyak teman yang jatuh pingsan, ada satu teman dari Jayapura membawa obat-obatan banyak banget, karena penasaran saya sempatkan bertanya "Chemo sakit apa Pren?" Dulu kami memanggil sesama teman kimia seangkatan harus diawali dengan kata Chemo dan diakhiri dengan kata Pren, tidak boleh dengan Friend tapi harus Pren. Chemo sendiri akronim dari Chemistry Organisation. Ternyata teman baru dari Jayapura tadi terkena Sinusitis, sebuah penyakit saluran pernafasan bagian atas, tepatnya di dalam sinus. Katanya kalau kambuh pusingnya minta ampun. Dia sangat sensitif terhadap udara dingin dan udara lembab, padahal waktu itu musim kemarau, dan kami harus berkumpul pagi-pagi di Jalimbing, sebuah lapangan miring dekat kampus yang selalu berkabut di pagi hari saat kemarau. Saya berlagak sok tahu saat dia menjelaskan tentang penyakitnya, pikirku waktu itu tinggal manggut-manggut apa susahnya. Apa yang dialami teman dari Jayapura ternyata tidak sendirian, ada teman lain dari Jakarta yang mengalami nasib serupa, waktu itu dia cerita saat masih SMA penyakitnya pernah kambuh, padahal pas ujian, maka dia kerjakan soal dengan sedikit melongok ke atas, karena kalau menunduk kepalanya pusing, kemudian dia juga cerita kalo sinusitis bisa disembuhkan melalui operasi.
Cerita tadi saya ceritakan lagi kepada teman-teman yang lain, kemudian ada yang bertanya kalau operasi dilakukan bagian mana yang harus dibelah, dengan meyakinkan saya jawab bagian kepalanya, karena penyakit itu terletak di dalam kepala, mana lagi yang harus di belah selain kepala, teman-teman pada mengangguk menyetujui pendapatku, kemudian ada yang nyletuk: ih ngeri banget. Padahal operasi sinusitis hanyalah istilah saja, dan tidak ada yang perlu dibelah, termasuk membelah kepala.
Saya masih ingat betul waktu pertama kali datang ke Semarang, waktu itu tidur di penginapan murah milik PGRI dekat dengan kampus pleburan. Paginya saya registrasi dan ketemu dengan teman se jurusan, ternyata teman baruku itu berasal dari Aceh, dia masuk kimia melalui jalur PBUD. Momen-momen awal kuliah tiba-tiba terasa begitu jelas dalam ingatanku, seolah baru kemarin terjadi padahal sudah 9 tahun yang lalu.
Hari pertama masuk ospek, di ruang mana kami dikumpulkan, tugas apa yang pertama kali kami terima dari senior, dengan siapa saya duduk, obrolan apa yang kami bicarakan, bahkan baju sebagian teman-teman pun saya masih ingat. Waktu itu saya duduk di sebelah pintu masuk, teman sebangku saya anak dari magelang yang sekolah di jogja, obrolan kami masih seputar UMPTN, pilihan pertama atau kedua, dst. Tugas pertama kami menirukan lagu iklan rokok sedangkan dua teman yang mendapat hukuman disuruh maju ke depan kelas sambil beradegan seperti iklan rokok yang kami nyanyikan.
Ketika ospek baru berjalan tiga hari sudah banyak teman yang jatuh pingsan, ada satu teman dari Jayapura membawa obat-obatan banyak banget, karena penasaran saya sempatkan bertanya "Chemo sakit apa Pren?" Dulu kami memanggil sesama teman kimia seangkatan harus diawali dengan kata Chemo dan diakhiri dengan kata Pren, tidak boleh dengan Friend tapi harus Pren. Chemo sendiri akronim dari Chemistry Organisation. Ternyata teman baru dari Jayapura tadi terkena Sinusitis, sebuah penyakit saluran pernafasan bagian atas, tepatnya di dalam sinus. Katanya kalau kambuh pusingnya minta ampun. Dia sangat sensitif terhadap udara dingin dan udara lembab, padahal waktu itu musim kemarau, dan kami harus berkumpul pagi-pagi di Jalimbing, sebuah lapangan miring dekat kampus yang selalu berkabut di pagi hari saat kemarau. Saya berlagak sok tahu saat dia menjelaskan tentang penyakitnya, pikirku waktu itu tinggal manggut-manggut apa susahnya. Apa yang dialami teman dari Jayapura ternyata tidak sendirian, ada teman lain dari Jakarta yang mengalami nasib serupa, waktu itu dia cerita saat masih SMA penyakitnya pernah kambuh, padahal pas ujian, maka dia kerjakan soal dengan sedikit melongok ke atas, karena kalau menunduk kepalanya pusing, kemudian dia juga cerita kalo sinusitis bisa disembuhkan melalui operasi.
Cerita tadi saya ceritakan lagi kepada teman-teman yang lain, kemudian ada yang bertanya kalau operasi dilakukan bagian mana yang harus dibelah, dengan meyakinkan saya jawab bagian kepalanya, karena penyakit itu terletak di dalam kepala, mana lagi yang harus di belah selain kepala, teman-teman pada mengangguk menyetujui pendapatku, kemudian ada yang nyletuk: ih ngeri banget. Padahal operasi sinusitis hanyalah istilah saja, dan tidak ada yang perlu dibelah, termasuk membelah kepala.
Libur Natal 2
Perjalanan pulang menuju Jogja ternyata tidak begitu saja melupakan Semarang, justru ingatan kejadian-kejadian masa lalu muncul begitu nyata. Waktu itu sekitar tahun 2001 awal sampai 2004 akhir saya merasakan betapa hampar masuk masjid, walaupun tetap melakukan ritual seperti biasa tapi ada yang lain dari dalam pikiran, sering saya tertawa meliat orang sholad, dzikir, adzan, dan ritual2 lain yang menurutku jauh dari apa yang disebut logis. Termasuk mentertawakan diri sendiri yang masih istiqomah sholad dan masih percaya tentang keberadaan Tuhan, Kata-kata dalam buku itu terlalu kuat masuk dalam pikiran dimana kondisi masih sangat hijau dan labil dengan keingintahuan yang meledak-ledak. Lebih parah lagi didukung kuliahku di kimia yang semuanya harus logis dan empiris, semua dikatakan benar kalau ada bukti, atau minimal logis. Lantas dimanakah bukti keberadaan Tuhan? Jawaban klise yang sering saya dengar adalah dengan melihat dan mengamati ciptaanNya. Waktu SMA dulu dengan jawaban seperti itu sudah puas, tapi untuk seorang mahasiswa yang telah bersinggungan dengan berbagai ilmu alam masih jauh dari cukup.
Bahkan jujur saja sampai sekarang ini terlalu sulit untuk menolak kebenaran materialisme. Kalo materi itu telah terbukti apa lagi yang mau dibuktikan. Membuktikan roh? walaupun pikiran telah kalah tapi hati tetap tidak bisa menolak keberadaaNya, dan sampai sekarang saya masih Islam, lengkap sebagai orang Islam dengan menjalankan kewajiban lima waktu. Mungkin ini yang disebut Hidayah. Kalau saya ditanya kenapa memilih Islam, saya tidak tahu, saya hanya percaya. Kenapa tidak pilih yang lain? apakah yang lainya sesat? saya tidak tahu sesat atau bukan, sampai sekarang saya belum pernah punya keyakinan kalau jalan diluar Islam adalah sesat, tetapi saya memlih Islam, karena saya percaya, dan kepercayaan adalah masalah hati, masalah keyakinan. Ternyata keyakinan itu sulit berubah walaupun logika telah kalah.
Bahkan jujur saja sampai sekarang ini terlalu sulit untuk menolak kebenaran materialisme. Kalo materi itu telah terbukti apa lagi yang mau dibuktikan. Membuktikan roh? walaupun pikiran telah kalah tapi hati tetap tidak bisa menolak keberadaaNya, dan sampai sekarang saya masih Islam, lengkap sebagai orang Islam dengan menjalankan kewajiban lima waktu. Mungkin ini yang disebut Hidayah. Kalau saya ditanya kenapa memilih Islam, saya tidak tahu, saya hanya percaya. Kenapa tidak pilih yang lain? apakah yang lainya sesat? saya tidak tahu sesat atau bukan, sampai sekarang saya belum pernah punya keyakinan kalau jalan diluar Islam adalah sesat, tetapi saya memlih Islam, karena saya percaya, dan kepercayaan adalah masalah hati, masalah keyakinan. Ternyata keyakinan itu sulit berubah walaupun logika telah kalah.
Libur Natal 1
Libur natal tahun ini cukup panjang. Saya manfaatkan untuk pulang kampung. Saya berangkat dari Jakarta tanggal 25 Malam. Sebelum ke Jogja saya sempatkan mampir ke semarang, kota tempat kuliahku dulu. Ternyata Semarang telah banyak berubah, tempat-tempat "bersejarah" telah banyak yang hilang berganti dengan bangunan-bangunan baru, termasuk "situs-situs" tempat makan murah di jaman kuliah.
Agenda ke Semarang banyak: 1. Melepasan kangen dengan suasana Tembalang, 2. Melihat kampus tempat kuliahku, 3. Ketemu dengan sahabat-sahabat lama semasa kuliah, 4. Napak tilas masa kuliah, termasuk sholad di masjid tempat kawan-kawan mengadakan kajian mingguan, 5. Mengulangi makan di tempat faforit, faforit karena dipaksa kondisi keuangan waktu kuliah yang serba pas, pas kepengen pas ga ada.
Diantara sederet agenda yang saya siapkan, hanya agenda 1 s/d 3 yang bisa terlaksana, itupun hanya bisa menemui dua sahabat lama, satu orang kawan satu kelompok kajian, dan satu orang lagi teman seangkatan waktu kuliah. Sengaja saya bedakan penggunaan panggilan kepada dua sahabatku itu, yang satu memakai kata kawan sedangkan yang lain memakai kata teman, karena dulu kami biasa memanggil demikian. Waktu main ke rumah kawan, pembicaraannya masih sama seperti waktu pertama kali bertemu, masih seputar politik, partai, gosip para selebritis politik, pemilu, dll yang tidak jauh-jauh dari seputar pergerakan, apa yang dia bicarakan hampir semuanya saya tidak tahu. Berbeda ketika main ke teman kuliah, kebetulan orangnya anti politik, mungkin dia hanya sedikit traumatik terhadap masa lalu keluarganya. Saya paham dan sedikit tahu kenapa seperti itu, dan menurutku ini salah satu bukti kehebatan penguasa masa lalu yang berhasil menciptakan ketakutan yang mendalam kepada para keturunan tokoh oposan, baik oposan kanan maupun kiri. Obrolan kami hanya seputar kuliah dengan berbagai kisah masa lalu tentang pasang surut pertemanan diantara teman-teman seangkatan yang kadang terlalu aneh dan sulit diterima akal sehat. Bagiku membicarakan idiologi terlalu serius untuk obrolan pagi sebagai teman minum teh.
Agenda ke Semarang banyak: 1. Melepasan kangen dengan suasana Tembalang, 2. Melihat kampus tempat kuliahku, 3. Ketemu dengan sahabat-sahabat lama semasa kuliah, 4. Napak tilas masa kuliah, termasuk sholad di masjid tempat kawan-kawan mengadakan kajian mingguan, 5. Mengulangi makan di tempat faforit, faforit karena dipaksa kondisi keuangan waktu kuliah yang serba pas, pas kepengen pas ga ada.
Diantara sederet agenda yang saya siapkan, hanya agenda 1 s/d 3 yang bisa terlaksana, itupun hanya bisa menemui dua sahabat lama, satu orang kawan satu kelompok kajian, dan satu orang lagi teman seangkatan waktu kuliah. Sengaja saya bedakan penggunaan panggilan kepada dua sahabatku itu, yang satu memakai kata kawan sedangkan yang lain memakai kata teman, karena dulu kami biasa memanggil demikian. Waktu main ke rumah kawan, pembicaraannya masih sama seperti waktu pertama kali bertemu, masih seputar politik, partai, gosip para selebritis politik, pemilu, dll yang tidak jauh-jauh dari seputar pergerakan, apa yang dia bicarakan hampir semuanya saya tidak tahu. Berbeda ketika main ke teman kuliah, kebetulan orangnya anti politik, mungkin dia hanya sedikit traumatik terhadap masa lalu keluarganya. Saya paham dan sedikit tahu kenapa seperti itu, dan menurutku ini salah satu bukti kehebatan penguasa masa lalu yang berhasil menciptakan ketakutan yang mendalam kepada para keturunan tokoh oposan, baik oposan kanan maupun kiri. Obrolan kami hanya seputar kuliah dengan berbagai kisah masa lalu tentang pasang surut pertemanan diantara teman-teman seangkatan yang kadang terlalu aneh dan sulit diterima akal sehat. Bagiku membicarakan idiologi terlalu serius untuk obrolan pagi sebagai teman minum teh.
Langganan:
Postingan (Atom)