Sayang, aku ingin cerita tentang purnama tadi malam, pada bulan itulah kugantungkan harapan, karena perut bumi yang kuinjak telah habis terkuras bangsa asing.
Sayang, aku ingin cerita tentang api yang pilih kasih, ia selalu menghanguskan tempat-tempat kumuh dan pasar becek, bersama hangusnya harapan para pedagang kecil dan kaum marginal.
Sayang, aku ingin cerita tentang fitnah dan pembantaian itu benar-benar ada, tetapi cerita pertumpahan darah hanya isapan jempol, karena kami tidak lagi sanggup menumpahkan darah, habis terhisap lintah-lintah darat.
Sayang, aku ingin cerita tentang kain merah yang kau lihat di tas kuliahku, kain itu masih ada sayang, dan setiap kulihat mengingatkan kritikmu tentang jalan hidupku.
Sayang, aku ingin cerita tentang bulan sabit yang sempat singgah dirumahmu dan matahari yang kau lipat di bawah meja tamu.
Sayang, kapan kita ketemu? aku ingin mendengar cerita tentang pencerahan yang menjadi mantera perjuanganmu dan tentang kota-kota tua, setua peradabanmu.
Sayang, kapan kita ketemu? melanjutkan cerita tentang heroisme tentara perancis yang pernah kau sampaikan sewindu yang lalu, cerita itu masih terpenggal sayang, delapan tahun aku menunggu penggalan ceritamu.
Sayang, kita punya perbedaan dalam segala hal, namun tentang harapan mungkin kita satu..

... jangan percaya pada apa yang Anda liat dengan matamu. Apa yang dilihat dengan mata terbatas. Lihatlah dengan pengertianmu, selidiki apa saja yang kau ketahui dan kau akan melihat bagaimana yang baik untuk terbang... (Richard Bach, Burung Camar Jonathan)
Kamis, 15 Januari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
................ san, nyatakan harapanmu dengan kejelasan dan kelugasan, jangan berbelit belit -nti sembelit- terlalu berbelit belit malah jadi harapan tak sampai .............
BalasHapushaha